Wednesday, 09 January 2013 11:28 |
Jakarta - Para Pengurus Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) hari ini Rabu, (9/1/2013) siang akan melaksanakan prosesi pelantikan pengurus PP IPM periode 2012-2014 pasca-Muktamar IPM ke XVIII di Palembang, Sumatera Selatan dua bulan yang lalu, (25-28/11/2012). Pengurus PP IPM periode ini merupakan hasil dari Muktamar Palembang, yang dipilih 9 orang formatur. Dari hasil formatur memilih Fida Afif Sebagai Ketua Umum PP IPM periode 2012-2014.
Setelah melakukan proses rapat formatur sebanyak tiga kali rapat, yang pertama di Palembang, kemudian Jakarta dan terakhir di Yogyakarta, akhirnya tersusunlah 38 orang pengurus PP IPM yang baru.
Acara pelantikan sendiri digelar di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta, Jalan Menteng Raya 62 Jakarta. Pelantikan akan dihadiri petinggi-petinggi pemerintahan dan petinggi PP Muhammadiyah tak terkecuali Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Din Syamsuddin, MA.
PP Muhammadiyah berharap kepada pengurus PP IPM yang baru ini, agar segera bisa menjalankan amanah muktamar dengan sebaik-baiknya, sehingga proses kaderisasi di Pelajar bisa berjalan dengan baik.
Sumber : IPM.OR.ID |
IKATAN PELAJAR MUHAMMADIYAH MADRASAH TSANAWIYAH MU'ALLIMIEN MUHAMMADIYAH LEUWILIANG
Selasa, 08 Januari 2013
Pengurus Baru PP IPM Gelar Pelantikan Hari Ini
Rabu, 12 Desember 2012
Fida Afif Ketua Umum PP IPM 2012-2014
Palembang – Muktamar IPM XVIII Palembang yang dilaksanakan sejak tanggal 25/11 hingga 28/11 ini telah menentukan ketua umum PP IPM periode 2012-2014 yakni Ipmawan Fida Afif dalam forum formatur. Formatur sendiri dipilih 9 nama formatur, dari 33 calon tetap formatur menjadi 9 nama formatur terpilih. 9 nama formatur terpilih itu sendiri adalah 1. Lesti Kaslati Siregar (PW IPM Sumut). 2. Ahmad Rosyidi (PW IPM Jawa Timur), 3. Ali Khamdi (PW IPM Jawa Tengah), 4. Daeng Muhammad Faisal (PW IPM Jawa Barat), 5. Fida Afif (PW IPM DIY), 6. Heriwawan (PW IPM Sulsel), 7. Ary Nurrohman (PP IPM), 8. Adi Saleh (PW IPM Nangroe Aceh Darussalam), dan 9. Fajar Febriansyah (PW IPM Sumsel).
Fida Afif terpilih menjadi Ketua Umum PP IPM dalam rapat formatur, yang kemudian selanjutnya akan membahas susunan pengurus PP IPM periode Muktamar XVIII atau Periode 2012-2014. Total Suara dalam muktamar kali ini ada 800-an suara. Prosesi pemilihan sendiri dilakukan pada Kamis (29/11) Pagi hingga siang, dan proses penghitungan suara dimulai sejak sore hari, hingga jumat (30/11) pagi.
Muktamar IPM ke XVIII secara resmi ditutup sejak Kamis Siang (29/11) pukul 14.00 dan ditutup oleh Ketua PP Muhammadiyah Drs. Dahlan Rais, M.Hum. Ditemani oleh Staff Khusus Menteri Kehutanan RI, Ali Taher Parasong.
Sumber : IPM.OR.iD
Sumber : IPM.OR.iD
Pelajar Amerika Harus Belajar dari IPM
Palembang – Pelajar di Amerika harus belajar banyak pada Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Demikian dikatakan Hillary C Dauer, Sekretaris Duta Besar Amerika Serikat dalam dialog interaktif bersama peserta Konferensi Pimpinan Wilayah IPM se-Indonesia di Universitas Muhammadiyah Palembang, Minggu (25/11).
Karena tugasnya di Kedutaaan Besar Amerika Serikat, mengharuskan ia untuk berkunjung ke banyak daerah dan bertemu dengan banyak komunitas, terutama remaja dan pelajar. Menurut pengakuannya, ia seringkali mendapatkan pertanyaan-pertanyaan yang keras. “Itu bagus sekali karena menandakan bahwa pelajar Indonesia adalah pelajar yang berpikir dalam, kritis, dan juga sangat antusias. Berbeda dengan pelajar-pelajar di Negara lain yang semangatnya tidak sebesar pelajar Indonesia.” Jelas Hillary.
Ia memberikan apresiasi dan pujian kepada IPM yang sebagai organisasi pelajar, mampu masuk ke berbagai bidang seperti ekonpmi, politik, kesejahteraan, dan bidang lainnya. Terlebih jika melihat jaringan IPM yang begitu luas dan mengakar di nasional. “Di US, tentu ada organisasi-organisasi seperti IPM, tetapi kebanyakan hanya berada di sekolah masing-masing saja. Jaringannya belum seperti IPM yang menasional dan punya banyak agenda untuk mengkader anggotanya,” kata Hillary menyoroti keberhasilan IPM dalam mengkader anggota-anggotanya, menggodok kepemimpinan mereka.
Ia senang bahwa banyak pelajar Indonesia yang bersekolah di Amerika, mereka yang mengikuti pertukaran pelajar atau mendapatkan beasiswa belajar disana, masih membawa karakter pelajar Indonesia. Hillary mengajak para pelajar Indonesia untuk bertukar pengetahuan dan pengalaman melalui beberapa program yang telah disiapkan oleh Kedutaan Besar seperti Youth Exchange Student (YES) yang diadakan rutin setiap tahun.
Menurutnya juga, kini dari pihak penyelenggara sedang mengupayakan pemerataan sosialisasi tentang program-program pertukaran pelajar ke Amerika tersebut, tidak sekadar ke sekolah-sekolah negeri, juga termasuk di sekolah-sekolah Muhammadiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, dan Pondok Pesantren untuk menyamakan akses bagi setiap pelajar di Indonesia.
IPM sendiri merupakan organisasi otonom Muhammadiyah untuk para pelajarnya. Berdiri sejak 18 Juli 1961, di usianya yang sudah 51 tahun, IPM memiliki banyak prestasi. Tahun 2011 lalu, IPM terpilih sebagai Organisasi Kepemudaan (OKP) terbaik nasional oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga RI. Selain itu, September 2012, IPM meraih penghargaan ASEAN Ten Association Youth Organization (ASEAN TAYO) yang merupakan penghargaan untuk organisasi terbaik se-Asian Tenggara untuk kedua kalinya, setelah mendapatkan penghargaan serupa tahun 2006.
Hadjriyanto Y Thohari, Wakil Ketua MPR RI, mengapresiasi tinggi penghargaan tersebut. Menurutnya, itu merupakan bukti pengakuan Indonesia dan Asean kepada IPM. Maka sudah sepatutnya untuk lebih mempromosikan dirinya. IPM seharusnya lebih mempromosikan dirinya. Nomor satu di Indonesia, nomor satu di Dunia.” Tegas alumni IPM Kabupaten Karanganyar ini.
Kamis, 04 Oktober 2012
Tawuran Pelajar : Menyibak Ruang yang terlupakan
Apa yang terlintas dalam pikiran kita saat melihat korban berjatuhan akibat tawuran pelajar? Miris, takut, sedih, bahkan mengecam atau malah bangga bahwa wujud dari “jagoan”nya kita. “Tawuran” dan “Pelajar” adalah dua diksi yang berbeda tentunya jika disandingkan akan memunculkan artikulasi yang kontroversif. Tawuran sebagai suatu bentuk perilaku agresi baik yang dilakukan oleh dindividu atau kelompok. Dalam ilmu psikologi dan sosial agresi merujuk pada perilaku yang bertujuan membuat objeknya mengalami bahaya atau tersakiti baik secara verbal maupun non-verbal. Myers (1985) mengatakan bahwa tingkah laku agresif adalah tingkah laku fisik atau verbal untuk melukai orang lain. Sedangkan menurut Berkowitz (1987), agresi merupakan suatu bentuk perilaku yang mempunyai niat tertentu untuk melukai secara fisik atau psikologis pada diri orang lain. Jadi, tawuran sebagai bentuk perilaku yang memiliki konotasi negatif dan merugikan orang lain.
Sementara itu pelajar sebagai orang yang sedang dalam proses belajar; mencari ilmu dengan menggunakan potensi akal dan hati nurani (dimensi kebenaran) dalam rangka mencapai proses pendewasaan diri. Sehingga jika diksi “tawuran” dan “pelajar” disandingkan menjadi sebuah istilah yang kontroversif, karena ada salah satu diksi yang tidak berjalan sesuai tugas dan fungsinya. Misal “pelajar” ada peran atau elemen pendukung lainnya yang tidak tuntas dalam proses dalam internalisasi makna tersebut.
Menurut Moyer (1968), dalam sudut pandang biologis-evolusi ada tujuh bentuk agresi yakni :
1. Agresi pemangsa : serangan terhadap mangsa oleh pemangsa. Misal : kaum borjuis kepada kaum proletar, dsb.
2. Agresi antar jantan : kompetisi antar sesama spesies dan jenis yang sama. Misal : perebutan betina, dsb.
3. Agresi akibat takut : agresi yang dihubungkan dengan upaya menghindari ancaman. Misal : istri membunuh suami karena terlalu sering disiksa dan disakiti.
4. Agresi teritorial : mempertahankan suatu daerah teritorial dari penyusup, kadang juga bisa terjangkit pada kelopok esktrimis. Misal : para pejuang kemerdekaan.
5. Agresi maternal : agresi perempuan/betina untuk melindungi anaknya dari ancaman (agresi biologis/natural)
6. Agresi paternal : agresi laku-laki/ayah untuk melindungi keluarganya.
7. Agresi instrumental : agresi yang ditujukan untuk mencapai suatu tujuan. Agresi ini dianggap sebagai respon yang dipelajari terhadap suatu situasi.
Jadi secara biologis dan evolutif (nature) manusia memiliki kecenderungan berperilaku agresi, namun ada faktor penguat seperti proses belajar dan lingkungan (nuture factor). Selain itu menurut Sigmund Freud, sejak lahir individu membawa dua insting yakni insting hidup (eros)dan insting mati (thanatos) yang harus diseimbangkan untuk stabilisasi mental yang menghasilkan pilihan sikap yang bijaksana. Agresi sebagai sebuah derivasi[1] dari insting mati(thanatos) saat id (nafsu/dorongan untuk memenuhi kebutuhan naluriah), ego (unsur kepribadian yang bertanggungjawab memenuhi dorongan id dengan realitas melalui pikiran sadar) dan super-ego (unsur kepribadian yang menampung segala standart nilai dan norma)tidak mampu melakukan kendali dalam mengkaji dorongan individual tersebut. Insting mati(thanatos) yang bersifat nature ini akan mampu berkembang pesat, diantaranya disebabkan oleh :
1. Proses belajar sosial
Proses belajar (learning) terjadi sejak individu lahir hingga dewasa, dengan melakukan input beragam informasi hingga menghasilkan pola tertentu. Menurut Bandura dalam learning social theory, individu belajar melalui proses pengamatan (observation) lalu meniru dan melakukan identifikasi. Seperti eksperimen bobo-doll yang dilakukan bandura, bagaimana seorang anak meniru orang dewasa melakukan agresi dengan memukul-mukul bonekanya. Karena anak melakukan transformasi sebagai representasi dari pengalaman proses pengamatannya. Bandura mengembangkan model deterministic resipkoral yang terdiri dari perilaku, person/kognitif dan lingkungan. Menurut bandura proses mengamati dan meniru orang lain merupakan tindakan hasil belajar. Teori yang dikemukakan bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan.
2. Penilaian kognitif
Informasi yang diterima dari luar membentuk suatu kode-kode kognitif yang menjadi suatu paradigma terhadap objek/fenomena tertentu. Maka akan terjadi proses identifikasi. Words don’t mean; people mean (Rakhmat, 2008). Menurut Gadne, bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi interaksi kondisi internal dan kondisi eksternal. Kondisi internal adalah keadaan dalam individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu, sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Maka kematangan proses berfikir dengan terbentuknya konsep diri yang kokh menjadi pijakan bagaimana individu mampu melakukan penterjemahan terhadap fenomena/objek (words don’t mean but people mean).
3. Kesempatan, ruang dan waktu menjadi fasilitas luar biasa dalam proses belajar sosial. Dalam teori belajar pavlovian, stimulus yang diberikan berulang kali bisa diasosiasikan sebagai sesuatu (sistem instruksi) yang dibentuk oleh stimulus itu untuk melakukan sesuatu. Sementara dalam teori belajar skinner, manusia cenderung memilih sesuatu yang nyaman, menyenangkan dan tidak menyakitkan. Kesempatan, ruang dan waktu mampu menjadi reinforcement (penguat) individu untuk melakukan sesuatu.
4. Frustasi
Menurut Dollar dan Miler agresi merupakan pelampiasan dari perasaan frustasi. Frustasi terjadi apabila suatu harapan yang diinginkan tidak tercapai atau kenyataan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dalam mencapai harapan itu pun bila terjadi hambatan yang berat juga bisa membuat individu mengalami frustasi. Lalu devend-mekanism bisa berupa aktifitas-aktifitas destruktif.
Tawuran Pelajar : Suatu Realitas yang Beralasan
Kasus tawuran pelajar SMAN 70 dan SMAN 6 cukup menggemparkan publik, saat media mengangkat dan banyak stakeholder negeri ini angkat bicara bahkan hingga respon yang sangat reaktif. Bukankah hampir tiap hari selalu ada saja tawuran pelajar dari yang kecil hingga tawuran massal yang melibatkan banyak geng hingga sekolah. Lalu kemana saja perhatian kita selama ini apakah terlepas begitu saja?
Beragam respon bermunculan dalam menyikapi isu ini, saling menyalahkan dan menuduh sebagai pihak yang bertanggungjawab dan harus mendapat sanksi hingga label “dosa”. Beberapa pihak menganggap ini murni kesalahan habit pelajar yang sudah tidak terkendali, ada pula yang mengatakan lemahnya pengawasan keluarga dan sekolah, lebih parah lagi sistem pendidikan yang kurang memperhatikan masalah agama dan moral sehingga perlu ditambah jam mata pelajaran agama dan moral.
Namun apakah juga bijaksana saat kita menyalahkan pelajar “pelaku tawuran” tersebut? Dalam kasus apapun, cobalah sedikit menanggalkan egoisme kita dengan tidak melihat kasus dari prespektif pemerhati saja (outside actors). Tetapi mencoba membangun empati dengan menggali dari prespektif pelaku. Bukan justifikasi salah-benar, tapi mencari tahu mengapa hal tersebut sampai dilakukan.
Jika kita lihat dari kajian teoritis yang dipaparkan diatas, serta mencoba mengenal karakter pelajar (dalam rentang usia remaja) yang memiliki karakteristik semangat dan ego yang tinggi, memerlukan pengakuan publik, ingin mencoba, serta andrenalin pembuktian tantangan yang besar. Harusnya pihak-pihak pemerhati mencoba menempatkan dirinya pada posisi pelajar dengan benturan realitas kehidupan yang beragam.
Tak dapat dipungkiri kita perlu mengetahui proses belajar sosial mulai dari keluarga, sekolah hingga lingkungan bermain. Beban hidup yang berat seperti masalah keluarga, kedisiplinan yang berlebihan, pola pendidikan yang otoriter, beban belajar/pendidikan, persaingan label sosial, dll. Sementara media dan lingkungan membombardir dengan contoh tindaka/sikap yang merujuk pada dekadansi moral, agresifitas para pejabat publik dalam kerangka berfikir pragmatis, saling mencela dan menjatuhkan, korupsi, pembohongan publik, serta masalah-masalah sosial lainnya yang dilakukan oleh orang-orang dewasa. Belum lagi pelabelan anak nakal, anak bodoh, sampah masyarakat, anak jalanan, preman, dll, semakin memacu adrenalin jiwa andolesen mereka (baca : pelajar) untuk membuktikan bahwa mereka bukan manusia kelas kesekian yang juga perlu diperhatikan dan pengakuan publik.
Tawuran pelajar sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenille delinguency), merupakan bentuk replacement (pemindahan) ataupun devent-mekanism dari protes sosial baik disadari atau pun tidak disadari dalam alam pikirannya. Otomatis di dalam proses kognitif individu maupun kelompok sosial tersebut ada proses yang harus dibenahi, bukan semata-mata menyalahkan pelajar dengan memberi label negatif.
Dengan demikian bukan berarti kita memaklumi kasus-kasus juvenille delenguency, ada upayakomprehensif dengan menyadari peran dari masing-masing unsur yang tidak berjalan dengan baik. Juga tidak elok apabila kita membiarkan tanpa memberikan sanksi apapun, sanksi tetap harus ditegakkan sebagai proses pembelajaran sosial bukan hanya untuk pelaku namun juga pelajar yang lainnya. Dengan adanya sanksi bukan berati mengkebiri latar-belakang pilihan sikap/perilaku yang dipilih. Kasus seperti ini merupakan hal sensitif yang harus diselesaikan dengan memahami masalah dari beragam sudut pandang, bukan shock lalu menanggapi dengan reaktif pula. Beberapa hal yang harusnya menjadi evaluasi bersama, yakni :
1. Mengembalikan peran seluruh stake-holder sesuai dengan tugas peran dan perkembangannya. Khususnya orang-orang dewasa agar tidak senantiasa melakukan tindakan/perilaku yang menjadi contoh pembentukan identitas pelajar. Karena disadari atau tidak, hal yang dilakukan berulang akan menjadi penguatan (reinforcement) dalam memory.
2. Pengawasan bukan dengan pendidikan yang otoriter, tekstual dan disiplin yang berlebihan. Tapi bagaimana orang dewasa mampu menjadi sahabat bagi pelajar dan mengenali dunianya. Karena dalam fase pencarian jati diri (identitas diri), kelompok-kelompok pergaulan sebaya lebih kuat ikatan komitmen dan loyalitas daripada ikatan formal (instansi keluarga atau sekolah).
3. Pelajar bukan sebagai objek kebijakan atau siklus kehidupan yang didominasi orang dewasa, ajak mereka menjadi bagian yang perlu disadarkan dan menyadarkan (peer-education). Hal ini bisa dilakukan salah satunya melalui sistem pendidikan (formal, informal maupun non-formal) yang mengutamakan proses pendewasaan, pemanusiaan manusia, serta membuka ruang dialogis-partisipatoris. Karena apabila konsep diri telah matang terbentuk fungsi super-ego akan mamapu berjalan menjadi dewan pertimbangan ego untuk melakukan eksekusi sikap/perilaku.
Setiap manusia memiliki akal dan hati dalam menggerakkan tubuhnya, sehingga melekat pada diri masing-masing individu hak menentukan pilihan bersikap. Dan pilihan itu semua memiliki latar belakang dan alasan (hukum kausalitas). Sehingga yang menjadi “PR” bersama bagaimana agar pilihan tersebut sesuai dengan term, hak individu tanpa mencerabut sisi-sisi kemanusiaan(human right) dan hak manusia lainnya.
Sudah saatnya pelajar pun perlu dimengerti, dan pelajar pun harus bangkit dan menyadari bahwa merekalah yang akan mampu merubah bangsa dan dunia ini.
PERJUANGAN PELAJAR TIDAK AKAN BERAKHIR!
Oleh: Danik Eka Rahmaningtiyas (Ketua Umum PP IPM )
MUKTAMAR IPM XVIII Palembang Siap digelar
Yogyakarta - Gelaran Muktamar Ke XVIII Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) akan segera digelar di Palembang, Sumatera Selatan. Kegiatan dua tahunan PP IPM ini akan dilaksanakan pada 24 - 29 November 2012. Permusyawaratan Tertinggi Pertama IPM ini akan dihadiri Ratusan bahkan Ribuan kader, anggota dan simpatisan IPM se-Indonesia. Persiapan teknis dan administrasi pun telah dilakukan, mulai dari persiapan tempat, undangan peserta, proposal dan publikasi sudah disiapkan. Menurut Ketua Panitia Pusat Muktamar IPM ke XVIII Ipmawan Afif Rosadiansyah, Muktamar kali ini akan diisi dengan seminar-seminar kebangsaan dengan para tokoh bangsa, kemudian selain acara formal Muktamar, akan ada hiburan bagi para penggembira Muktamar.
Afif menambahkan persiapan Muktamar sudah disiapkan jauh-jauh hari, agar Muktamar kali ini dapat memberikan pesan dan kesan yang baik bagi para pesertanya, tambah Mahasiswa Pascasarjana UI ini. Di tempat yang berbeda Sekretaris Panitia Pusat Muktamar IPM XVIII di Jogja, persiapan administrasi sudah disiapkan, proposal dan undangan sudah dikirim ke seluruh pimpinan wilayah IPM se Indonesia. Materi-materi pun dalam tahap pencetakan.
Muktamar IPM ke XVIII tahun 2012 di Palembang nanti akan menjadi sejarah, karena tahun 2012 IPM dinobatkan sebagai salah satu OKP Terbaik dari 10 OKP Se-ASIA TENGGARA (ASEAN TAYO). "Baru saja kemarin (20-24/9) kami berangkat ke Thailand untuk menerima penganugrahan OKP terbaik se ASEAN, berharap juga jadi pelecut semangat kader IPM setelah Muktamar untuk selalu menjadi yang terbaik" tandas Ketua Umum PP IPM, Danik Eka Rahmaningtyas.
Langganan:
Postingan (Atom)